Kamis, 12 Agustus 2010

Cerita Panas – Korban Pelet 3: Sofie

Aku kenal Sofie ketika pulang dari rumah Oom Dhar. Perjalanan Jakarta – Semarang kami tempuh dengan naik pesawat. Tak ada yang istimewa dari perjalanan itu selain aku bisa berkenalan dengan salah seorang pramugarinya yang sexy. Namanya Sofie, tubuhnya sedikit kurus tapi buah dadanya montok banget. Sebenarnya kulit tubuhnya agak gelap, tapi tak apalah, kesannya kayak cewek latin. Aku berpura-pura pergi ke toilet, tapi sebenarnya menemui cewek pramugari itu. Langsung saja aku ajak cewek itu berkenalan dan sok ramah tamah memberikan nomor HP. Dari situah aku tahu bahwa Sofie yang berumur 28 tahun itu sudah menjanda tanpa anak. Dan akupun jadi tahu kalau Sofie hidup sendiri di sebuah rumah di daerah Bintaro.

Ketika pesawatnya mendarat segera aku berpura-pura tidak bisa melepas sabuk pengamannya. Dengan senyum penuh pengertian Sofie datang membantu, tentu saja diiringi dengan ledekan keluargaku.

“Mbak bisa bantu lepaskan sabuk pengaman saya.” pintaku.

“Oh iya, tentu saja. Penerbangan pertama yah?” kata Sofie ramah.

“Iya, begitulah.” jawabku.

“Yah.. begitulah..” ledek Ingrid adikku yang kemudian segera aku pelototi.

Keluarga segera turun lebih dulu seakan memberikan kesempatan padaku. Itulah yang aku suka dari keluargaku, selalu pengertian. Sehingga akupun memiliki kesempatan ketiga,

“Geni abang napsu abang, manjingo ing jabang bayine Dony Bara. Geni abang napsu abang, manjingo ing jabang bayine wanito ing netro. Geni abang napsu abang, lebur dadi siji ing lebur jiwo. Leburen jiwane manungal ing jabang bayine Dony Bara. Lebur.. lebur.. lebur..”

“Mbak Sofie..”

Sofie yang masih sibuk melepaskan sabuk pengamanku yang segaja aku belitkan sebelumnya. Dan fuuhh.. tepat ketika dia memandangku.

“Apa kita bisa ketemuan habis ini?” tanyaku kemudian.

“Oh.. ah.. iya.” jawabnya sedikit linglung.

“Dimana?” tanyaku lagi.

Dengan terburu-buru Sofie menyelipkan selembar kartu nama ke saku hemku dengan berbisik,

“Jam tujuh.”

Lalu segera berlalu dengan kerlingan matanya yang indah. Dan akupun segera berlalu menyusul keluargaku yang telah menunggu.

Jam tujuh malam. Aku sudah berada di depan rumah mungil bercat hijau itu. Aku ketuk pintunya perlahan. Sofie membukakan pintunya dengan senyum merekah.

“Hai Don, aku tak sabar menunggumu.”

Aku segera masuk ke dalam ruang tamunya yang tak begitu luas tapi tertata apik. Tapi aku lebih tertarik pada Sofie yang sexy. Apalagi Sofie langsung saja menarikku ke dalam kamarnya yang hangat.

“Aku sangat tersanjung dengan penyambutanmu, Sofie.” kataku kemudian duduk di sofa dekat jendela kamar.

“Bagaimana menurutmu dengan penampilanku, Don?”

“Lingerin itu sangat cantik kau kenakan. Aku bisa melihat tubuhmu yang indah.” kataku memandangi Sofie yang membelai setiap lekuk tubuhnya dari wajah sampai pahanya yang terbalut lingerin merah menyala yang super tipis.

“Laluu..?” desahnya menggugah birahiku.

“Aku bisa memandangi dadamu yang kencang dan montok itu hingga menjadi gila.” kataku memandangi Sofie yang meremas-remas kedua buah dadanya yang bersembunyi di balik lingerin yang membuat Sofie nampak semakin sexy itu.

“Ooohh.. laluu..” desahnya memacu libidoku.

“Aku bissa memandangi perutmu yang langsing hingga aku makin bergairah padamu..” kataku sambil memandangi Sofie yang membelai perutnya yang langsing terbuka tanpa terbalut kain apapun hingga membuat jantungku berdetak keras.

“Laluu.. Doonn..” desahnya membuat nafasku tersengal.

“Aku bisa memandangi pahamu yang sekal sampai aku merasa ingin selalu membelainyaa..” kataku sambil memandangi Sofie yang mengelus pahanya yang terbalut stoking tipis di atas kursi.

“Lalu.. apalagi Donn..” desahnya semakin panjang.

“Aku.. bisa memandangi bokongmu yang padat dan kenyal sampai.. membuat air liurku bagai menetes.” kataku sambil memandangi Sofie yang meremas kedua bokongnya yang sengaja menungging memancing gairahku yang semakin membakar.

“Teruss.. apalagi Doonnyy..” erang Sofie.

“Aku bisa..”

“Bissa apaa.. sayaanng..” desah Sofie sambil membuka resleting lingerinnya yang melingkar menutupi bagian kemaluannya.

“Aku.. bisa.. memandangi pussymu.. yang ingin aku korek dengan nagakuu.. manis..” kataku sambil melucuti kaos dan celana jeansku.

Segara saja aku menyergapnya, dan kami bercumbu dengan penuh gairah. Kami berciuman, beradu lidah dan bergantian mengisapnya. Kuciumi semua permukaan wajahnya dan kujilati semua lekuk wajahnya. Hingga lidah Sofie menjulur menjilat lidahku lalu menghisapnya kuat-kuat.

“Aaacchh.. Soff.. ummhh..” desahku dengan nafas tersendat-sendat menahan gemuruhnya kawah birahi yang seakan ingin meluap.

Tanganku tak diam. Membelai kelangsingan perutnya, punggungnya, dan meremas-remas bokong Sofie yang padat. Kemudian tanganku membelai vaginanya yang menyembul dari lingerinnya yang melekat ketat di tubuhnya. Jari manis dan telunjukku merenggangkan pinggiran vagina Sofie. Lalu jari tengahku menekan-nekan klitorisnya dengan penuh sampai membuatnya mendengus manja.

“Oooh.. sshh.. terus.. say.. iya.. enak disitu.. uuhh..!”

Lendir kenikmatan Sofie membasah di jari-jariku. Gerakannya menggila meremas-remas rambut dikepalaku yang serasa mau rontok saja. Lalu jemari Sofie menurun membelai-belai punggungku dan cumbuannya beralih pada dadaku yang berbulu kemudian menciumi kedua puting susuku yang kecil dan dihisapnya penuh perasaan.

“Aaahh..” pekikku penuh dengan perasaan yang sebelumnya tak pernah ada.

Baru kali ini puting susuku dihisap oleh cewek dan rasanya.. geli dan nikmat banget. Sekali kesempatan aku buka resleting lingerinnya dan Sofiepun menarik perlahan lingerin itu seiring cumbuannya pada daerah sekitar perutku. Darahku bagai berhenti mengalir ketika Sofie menghisap pusarku lalu menjilati lubangnya dengan lidahnya.

“Aachh.. Soff.. kamu pintar sayang..” mulutku menceracau tak karuan.

“Ssst.. tenanglah say.. aku akan menikmatkanmu..” ujarnya sambil merosot CDku. Dan dengan sigap disepongnya penisku yang sudah penuh dengan tegangan tinggi itu.

“Ssooff.. ahh.. enak say.. sambil mainkan buahnya say.. aduh nikmatnya.. ohh..” erangku penuh emosi birahi.

Saking tak tahannya aku terduduk kembali di sofa dan Sofie mengikuti dengan berjongkok dengan tubuhnya yang sudah bugil itu. Seluruh persendiaku terasa mau pecah oleh permainan lidah Sofie yang menjilat-jilat ujung penisku yang merah membara dan permainan bibirnya ketika tangan Sofie membimbing penisku masuk keluar rongga mulutnya. Reflek kutarik dan kumasukkan kembali penisku ke arah mulutnya berulang kali. Sedangkan tanganku mulai sibuk mencari-cari payudara Sofie yang menggelantung di dadanya. Ah.. eh.. desah Sofie di sela-sela penisku merasakan setiap cubitan-cubitan kecil di puting susunya. Ketika aku meremas-remasnya, terasa begitu kenyal daging yang tumbuh tak proporsional dengan badan Sofie itu.

Permainan lidah Sofie semakin menjadi-jadi hingga membuat nafasku seakan tak bisa mengimbangi semangatnya. Sofie terus mengenyot-ngenyot penisku dan menekan-nekannya sambil mempermainkan buah zakarku. Mendadak saja aku merasakan bahwa magmaku ingin menyembur keluar.

“Aduh.. sayy.. aku hampir nyampe.. aku tekan yaa..”

Sofie mengeluarkan batang penisku dari mulutnya dan aku segera menekannya lalu croot.. croot.. air maniku keluar banyak banget dan menyembur ke wajah Sofie, seluruhnya. Cairan putih kental itu nampak menjijikkan. Tapi Sofie dengan nikmat menjilatinya. Aku mengelap mukanya dengan lingerinnya. Sofie kembali melumat 1/2 bagian penisku lalu menghisapnya hingga air maniku habis keluar.

“Mmmhh.. ahh.. spermamu enak say..” katanya sambil mengocok ngocok penisku di dalam mulutnya. Penisku kembali bangun dan menyodok-nyodok rongga mulut Sofie. Makin lama muka Sofie nampak memerah nafasnya berat dan mendesah-desah.

“Shh.. aahh.. ahh.. Doonn aku hampir sampai nih..” katanya sambil mendongak kearahku.

“Kamu nungging dong sayang..” kataku. Sofie segera menunging membelakangiku. Tanganku berpegangan pada payudara Sofie yang menggantung bebas sedangkan Sofie menjadikan pahaku sebagai pegangan. Setelah siap segera aku mengambil ancang-ancang menyodokkan penisku kearah lubang vaginanya yang licin dan basah.

Sleepp.. bless.. aku langsung memasukkan batang penisku terburu-buru. Kepala penisku dengan mudah menembus lorong kawin Sofie yang tak perawan lagi itu.

“Aachh.. uhh..” pekiknya membakar gairahku. Kutekan penisku agar menghunjam lebih dalam lagi. Dan akupun segera menggoyangnya dari belakang.

“Aduh Donn.. enak terus.. yang cepat say.. shh.. ahh.. oohh..!”

Ssuurr.. lendir kenikmatan Sofie menghangat di sekujut penisku. Segera kutarik dan kumasukkan kembali batang penisku kearah vaginanya. Sofie semakin menceracau ketika aku kembali menggoyangnya dan diapun menggoyangkan bokongnya. Tangannya menuntunku meremas-remas payudaranya yang semakin besar dan kencang karena bengkak.

“Iya.. gitu yang.. remas terus..”

“Kita kekasur yuk say..” kataku.

Sofiepun menurut dan segera menghempaskan tubuhnya terlentang di kasur. Aku segera berjongkok di atas perutnya dan mencumbui sekwildanya sedangkan naga kecilku ikut-ikutan menusuk-nusuk susu Sofie. Aku remas-remas payudara Sofie itu dengan sedikit kasar tapi menggairahkan buktinya Sofie menggeliat-geliat merasakan amukan badai cinta. Aku remas terus kedua buah dada yang mengeras itu sambil sekali-kali menekan-nekan putingnya. Sofie mendesis-desis,

“Sayang.. kamu hot banget..”

Aku membalas ucapan Sofie dengan ciuman di bibirnya. Mau tak mau tubuh kami mendekat hingga naga kecilku menempel diulu hatinya. Kemudian Sofie menangkapnya lalu membelainya dengan mesra. Birahiku kembali meluap.

“Sofie.. sayang.. payudara kamu kok gede banget sih say..” kataku kemudian.

“Penny kamu juga gede Don.. aku suka..” jawab Sofie menggelitiki ujung kepala penisku.

“Aachh.. kamu nakal. Aku makan nih ehmm..”

Langsung saja aku kulum puting payudara Sofie. Cewek itu melenguh menggenggam-genggam penisku. Aku segera membalasnya dengan menghisap payudaranya kuat-kuat.

“Ohh Donny.. kamu panas banget.. ohh..” desah Sofie sambil meremas penisku sampai rasanya ingin remuk. Aku serang payudaranya semakin garang. Aku terdengar detak jantungnya yang memburu berpacu dengan naluri bercinta kami. Tangan kiriku segera bekerja menyusuri goa kemaluan Sofie yang semakin becek aku telusuri lorong-lorong sempitnya, aku pelintir juga clitorisnya yang berdenyut-denyut. Tiba-tiba Sofie mengerang,

“Achh.. uuhh.. Donny.. entotin aku lagi say..” pinta Sofie.

Tapi aku belum puas bermain-main. Segera kuangkat tubuh Sofie, lalu kuletakkan bantal dibawah pantatnya. Nampak paha mulus Sofie masih terbalut stocking tipis. Terlihat pula goa kenikmatan Sofie yang berbulu tipis licin mengkilap. Penisku makin menegang. Sofie mengerang saat jari telunjukku menguak kedua dindingnya yang merah. Otot pahanya meregang saat kujilati bagian dalamnya dan menusuk-nusuknya.

“Aaahh.. sstt.. oohh..!” rintih Sofie tiada aku perdulikan aku segera menghisap clitorisnya.

“Ouuwww.. ooh.. sshh.. say.. cepet masukin!” rintihan kenikmatannya kali ini terdengar nyaris seperti jeritan.

Tiada tega aku mendengarnya maka segera saja aku tekan penisku memasuki lubang kawinnya yang menganga. Bless.. masuk! Segera saja aku pompa masuk keluar masuk keluar lalu berputar.

“Ogghh.. terus sayang.. nikmat sayang.. terus sayangg..”

Aku terus memompa sampai rasanya lubang kawin Sofie berdenyut-denyut. Dan tak lama kemudian kami merasa akan mencapai oragasme lagi.

“Ssshhtt.. aahh..” rintih Sofie.

“Hoohh.. aahh..” erangku bagai teriakan.

Aku cabut penisku dari vagina Sofie. Lalu kami terlentang diatas kasur empuk itu. Bau keringat kami berbaur, demikianpun bau lendir-lendir kenikmatan kami. Nafas kami berangsur normal kembali.

“Don, makasih ya kamu mau main denganku malam ini.”

“Makasih juga sama pussymu yang memuaskanku malam ini, Sof.”

Malam itulah kali pertama aku main sex sama cewek yang bukan perawan. Rasanya lain banget, tapi sofie istimewa hingga kemudian aku merasa belum saatnya menghapus lebur jiwo dari diri Sofie. Aku ingin mengulanginya lain hari.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar